Kemenkeu Soroti Penjarahan di Sibolga: Bukan Semata Soal Kriminal, Tapi Juga Sinyal Kekurangan Pangan

Bocoran SGP — Aksi penjarahan di sebuah minimarket di Sibolga, Sumatra Utara, beberapa waktu lalu mendapat sorotan dari pejabat Kementerian Keuangan. Dalam pandangannya, insiden tersebut bukan semata dilihat sebagai tindak kriminal biasa, melainkan sebagai gejala dari kondisi yang lebih mendasar: kekurangan pangan di wilayah yang terdampak bencana.

Hal ini diungkapkan oleh Tri Budhianto, Direktur Perekonomian dan Kemaritiman DJA Kemenkeu. Ia menyatakan bahwa kerusuhan sosial, seperti penjarahan, sangat mungkin terjadi di daerah-daerah yang mengalami bencana jika pasokan dan akses pangan terganggu.

“Kita bisa membayangkan, apabila pasokan pangan kurang, potensi kerusuhan bisa muncul di berbagai tempat. Contoh paling nyata adalah di wilayah bencana baru-baru ini. Saat pangan menjadi langka, situasi seperti penjarahan seringkali tidak terhindarkan,” jelas Tri dalam sebuah acara di Karawang, Jawa Barat, Selasa (9/12/2025).

Memahami Akar Masalah, Bukan Sekadar Menyalahkan

Menariknya, Tri menekankan bahwa menyalahkan para pelaku penjarahan secara mutlak bukanlah pendekatan yang tepat. Menurutnya, tindakan tersebut seringkali didorong oleh tekanan kebutuhan yang sangat mendasar, yaitu rasa lapar.

“Kita tidak bisa sepenuhnya menyalahkan mereka, karena mereka bertindak dalam kondisi terdesak akibat lapar. Ini justru menjadi peringatan bagi kita semua untuk lebih serius memastikan kebutuhan pangan masyarakat terpenuhi,” tambahnya.

Pernyataan ini menggarisbawahi betapa vitalnya peran ketahanan pangan sebagai fondasi stabilitas nasional. Ketiadaan akses terhadap makanan pokok dapat dengan cepat menggerus ketertiban sosial, terutama di situasi pasca bencana yang penuh tekanan.

Respons Pemerintah: Meningkatkan Anggaran Pangan

Merespons pentingnya isu ini, pemerintah telah meningkatkan alokasi anggaran untuk ketahanan pangan dalam APBN 2025. Anggarannya dinaikkan sebesar 26,6 persen, dari sebelumnya Rp114,3 triliun menjadi Rp144,6 triliun.

“Ini menunjukkan bahwa pangan sebagai kebutuhan dasar memiliki peran yang sangat vital bagi stabilitas. Anggaran ketahanan pangan kami prioritaskan untuk memastikan hal itu,” ujar Tri.

Anggaran sebesar itu dialokasikan melalui beberapa saluran:

  • Belanja Kementerian/Lembaga (K/L): Rp59,4 triliun.
  • Belanja non-K/L (termasuk subsidi): Rp63 triliun.
  • Dana ke daerah (melalui DAK Fisik, DAK Nonfisik, Dana Desa, dan hibah): Rp22,2 triliun.

Program Strategis untuk Menguatkan Ketahanan Pangan

Alokasi anggaran yang besar tersebut ditujukan untuk mendanai berbagai program strategis. Tujuannya adalah membangun ketahanan pangan nasional yang berkelanjutan dan tahan guncangan. Program-program tersebut meliputi:

  • Intensifikasi dan ekstensifikasi lahan pertanian.
  • Pencetakan sawah baru.
  • Pembangunan infrastruktur pendukung seperti bendungan dan jaringan irigasi.
  • Operasi dan pemeliharaan sumber daya air.
  • Peningkatan produktivitas melalui Perum Bulog.
  • Pengembangan kampung nelayan untuk memperkuat sektor perikanan.

“Serangkaian program ini menunjukkan bahwa fokus pemerintah pada ketahanan pangan selalu terjaga. Ini menjadi perhatian utama dari tahun ke tahun,” tutup Tri Budhianto.

Insiden di Sibolga, menurut perspektif Kemenkeu, adalah sebuah wake-up call. Ia mengingatkan bahwa di balik angka anggaran dan program-program teknis, tujuan akhirnya adalah mencegah masyarakat sampai berada dalam posisi terdesak yang dapat memicu keputusan yang sulit, terutama di saat-saat krisis.