Jakarta, Mei 2025 — pttogel Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) kembali menunjukkan komitmennya dalam menjaga ruang digital Indonesia tetap bersih dan sehat. Dalam laporan terbarunya, Kominfo mengonfirmasi telah memblokir puluhan tautan dan grup media sosial yang memuat konten negatif, termasuk salah satu grup Facebook yang menghebohkan publik karena memuat tema menyimpang bertajuk “Fantasi Sedarah.”
Pemblokiran ini merupakan bagian dari upaya pengawasan intensif terhadap konten yang bertentangan dengan norma hukum, moral, dan etika publik yang berlaku di Indonesia.
Laporan Resmi: Puluhan Link dan Platform Disikat
Dalam siaran pers tertanggal 17 Mei 2025, Dirjen Aplikasi Informatika Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan, menyatakan bahwa dalam sepekan terakhir, tim Siber Kominfo bersama instansi terkait telah mengidentifikasi dan menindak lebih dari 80 tautan dan grup digital yang mengandung unsur pornografi, kekerasan seksual, ujaran kebencian, hingga konten menyimpang yang melibatkan anak di bawah umur.
baca juga: trump-pangkas-besar-besaran-program-usaid-bantuan-pangan-numpuk-di-gudang
“Kami menindak konten dan grup digital yang tidak hanya melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), tetapi juga membahayakan ketahanan moral bangsa, terutama anak-anak dan remaja yang aktif di dunia maya,” ujar Semuel dalam konferensi pers daring.
‘Fantasi Sedarah’: Konten Menyimpang yang Bikin Geram
Dari semua tautan yang diblokir, grup Facebook bernama ‘Fantasi Sedarah’ menjadi sorotan utama. Grup ini diduga menjadi ruang diskusi bagi para pelaku dan penyuka konten fiktif bertema inses, yang jelas-jelas melanggar hukum dan nilai sosial Indonesia.
Konten dalam grup tersebut memuat narasi dan cerita rekaan dengan muatan seksual menyimpang, yang bahkan sebagian ditulis oleh pengguna dengan identitas terbuka. Lebih mengejutkan, grup ini telah memiliki ribuan anggota dan aktif berinteraksi selama berbulan-bulan sebelum akhirnya diturunkan.
“Ini sangat mengkhawatirkan. Selain menjijikkan, grup semacam ini bisa mendorong perilaku menyimpang di dunia nyata jika tidak segera dihentikan,” kata psikolog sosial, Dra. Retno Marlina, M.Psi.
Proses Penindakan: Kerja Sama dengan Facebook dan Kepolisian
Kominfo menyebutkan bahwa mereka langsung berkoordinasi dengan platform terkait, dalam hal ini Meta sebagai pemilik Facebook, untuk melakukan takedown terhadap grup tersebut. Langkah tersebut mendapat respons cepat dari pihak platform yang juga memiliki standar komunitas ketat.
Di sisi lain, Kominfo juga melibatkan unit siber Kepolisian RI untuk menelusuri identitas para admin dan anggota aktif yang menyebarkan konten menyimpang, karena sebagian di antaranya diduga kuat terlibat dalam distribusi konten ilegal.
“Kami tidak hanya berhenti di pemblokiran. Investigasi terhadap pelaku pembuat dan penyebar konten semacam ini terus berlanjut. Jika terbukti, mereka bisa dijerat pidana sesuai UU Pornografi dan UU ITE,” kata Kombes Pol Wahyu Hadiningrat dari Siber Bareskrim Mabes Polri.
Fenomena Grup Rahasia dan Algoritma yang Abai
Kasus ini membuka mata banyak pihak akan maraknya grup-grup rahasia di media sosial yang sulit terdeteksi oleh pengguna biasa. Mereka menggunakan bahasa kode, istilah slang, dan pengaturan privasi ketat agar tak mudah ditemukan mesin pencarian maupun moderator konten platform.
Beberapa aktivis digital bahkan mengkritisi platform seperti Facebook yang dianggap kurang proaktif dalam menindak grup dengan pola pelanggaran berat, hingga pemerintah harus turun tangan.
“Platform digital tidak bisa hanya menunggu laporan. Harus ada algoritma yang lebih canggih untuk mencegah ruang digital jadi sarang penyimpangan,” ujar Damar Juniarto, Direktur SAFEnet.
Dampak Psikologis dan Sosial: Bahaya yang Nyata
Menurut para pakar, keberadaan grup-grup digital dengan konten menyimpang seperti “Fantasi Sedarah” bukan sekadar pelanggaran etika, melainkan juga ancaman psikologis nyata, terutama bagi generasi muda.
Akses terhadap konten demikian bisa memengaruhi persepsi seksual anak dan remaja, menormalisasi perilaku menyimpang, dan memperbesar risiko pelecehan seksual, baik secara daring maupun luring.
“Internet seharusnya menjadi ruang belajar, bukan ruang eksploitasi,” tegas Dr. Andhika Rahman, ahli psikologi perkembangan dari Universitas Indonesia.
Kominfo: Awas, Bukan Hanya Facebook!
Dalam laporan lanjutan, Kominfo juga mengonfirmasi bahwa pemblokiran tidak hanya terjadi di Facebook, tetapi juga menyasar konten serupa di Telegram, Twitter (X), situs web pribadi, dan forum anonim.
Upaya deteksi ini melibatkan teknologi AI pendeteksi konten negatif serta laporan masyarakat yang dikompilasi dalam kanal Aduan Konten Kominfo.
“Kami mengimbau masyarakat untuk aktif melapor jika menemukan tautan atau grup serupa. Perlindungan ruang digital adalah tanggung jawab bersama,” tutup Semuel.
Penutup: Perlunya Literasi Digital dan Peran Keluarga
Kasus ‘Fantasi Sedarah’ menjadi alarm keras bahwa perang terhadap konten digital berbahaya masih jauh dari selesai. Meskipun pemerintah dan platform telah bergerak cepat, masyarakat juga harus lebih tanggap terhadap bahaya laten internet yang seolah tersembunyi tapi mematikan.
Literasi digital, kontrol orang tua terhadap aktivitas daring anak, dan kesadaran kolektif akan etika berinternet menjadi kunci utama mencegah kasus serupa terulang.
sumber artikel: bhinneka77.id